Pada hari Senin bulan April pukul 21.30  (setelah Isya), diculiklah Henry Abdunnur, seorang anak dari kelompok  Kristen Katolik Armenia di Damaskud, yang baru berumur 6 tahun. Begitu  mengetahui anaknya menghilang, keluarganya langsung mencarinya malam itu  juga ke rumah-rumah tetangga dan karib kerabat, dan keseluruh penjuru  kota, namun tidak membawa hasil. Keesokan harinya, ibu dari anak ini  segera melapor kepada Gubernur Mushthafa ‘Ashim Pasya, dan dalam laporan  tersebut ia menyampaikan kecurigaannya bahwa orang Yahudilah yang telah  menculik anaknya. Akan tetapi, orang-orang Yahudi yang ada di situ  menampi kecurigaan tersebut. Gubernur sendiri memerintahkan para polisi  untuk melakukan pencarian terhadap anak tersebut.
Setelah berlalu pencarian selama 11 hari,  aparat kepolisian belum juga menemukan titik terang dari keberadaan  anak tersebut, padahal pencarian dan pemeriksaan telah dikerahkan secara  maksimal. Tapi setelah itu, mereka menaruh kecurigaan terhadap sebuah  sumur tak bertuan di dekat rumah tempat pembuatan gerobak yang terletak  di samping perkampungan Yahudi, tepatnya di samping asrama tentara  Syahiniya. Polisipun mulai memeriksa sumur tersebut. Rupanya sumur itu  tertutup oleh sebuah papan besar yang dihimpit di atasnya oleh sebuah  batu yang besar pula. Dari dalamnya tercium bau yang tidak enak sehingga  salah seorang dari polisi itu berkata, “Aku yakin anak itu ada dalam  sumur ini.” Maka batu dan papan besar itu pun disingkirkan, dan salah  seorang dari polisi mulai turun ke dasar sumur. Baru sampai di bagian  tengah sumur, polisi itu berteriak, “Memang ada bangkai di bawah, tapi  aku tidak tahu persis apakah ia bangkai anak tersebut atau bangkai  binatang.” Tapi setelah yakin bahwa benda busuk itu adalah jasad anak  tersebut, maka jasad itupun diangkat ke atas dan diadakan otopsi  terhadapnya.
Para ahli forensik pun didatangkan untuk  meneliti apakah anak itu mati karena terjatuh ke dalam sumur itu atau  mati karena dibunuh dan dibuang ke sana. Maka tim ahli pun membawa anak  itu ke rumah sakit militer secara resmi bersegel untuk diotopsi. Proses  otopsipun dilaksanakan pada jam 4 sore keesokan harinya oleh empat orang  dokter ahli forensik; diantara mereka terdapat dokter Yahudi.
 Ketika  otopsi sedang berlangsung, para dokter itu menemukan beberapa hal aneh  berikut pada anak tersebut; sepatu kanannya terpasang di kaki kirinya  dan sepatu kirinya terpasang di kaki kanannya, kerah bajunya tidak  sampai ke leher, celananya terbalik, arah muka ke belakang,baju rompinya  terbalik; tali celananya terbuat dari sumbu lampu padahal  sebelumnya  berasal dari tali celana biasa, salah satu tali kaus kakinya diikat di  bawahlutut, sedangkan yang satunya lagi menjulur ke bawah, dan  lain-lain. Berbagai keanehan juga terdapat pada aksesoris yang dipakai  anak itu,yaitu jauh berbeda dengan aksesoris yang dipakai oleh  teman-teman ada pada sekolah biara, karena anak ini berasal dari sekolah  tersebut.
Mereka juga mendapati bahwa di pelipis  anak itu terdapat goresan sampai ke mata, di daging di bawah pelipis itu  terdapat tulang yang dipenuhi dengan darah, giginya penuh dengan tanah  dan lumpur, lidahnya terjulur, pada pangkal lengan dan paha terdapat  bulatan merah muda sebagai bekas ikatan kain(untuk menjerat anak itu  saat dikuras darahnya agar ia tidak dapat bergerak sama sekali), di  pergelangan tangan kanan terdapat luka kecil melebar di dekat lobang  yang menyambung ke pembuluh(dari lobang inilah darahnya dihisap).
Si dokter Yahudi mengatakan, “Anak ini  mati karena terjatuh ke dalam sumur lalu ia digigit oleh tikus.” Tapi  dokter lain menggubrisnya dengan serta merta, apalagi di dalam jasad  anak itu tidak ditemukan lagi darah sedikitpun. Jadi, tidak dapat  dipungkiri lagi bahwa anak itu mati karena darahnya habis dikuras.
Ketika pihak berwenang mengetahui hasil  otopsi ini,mereka membuka segel anak tersebut. Tapi ketika si ibu  meminta agar anak itu diserahkan kepadanya, mereka menolaknya dan  langsung saja”menguburkannya secara rahasia pada tengah malamnya (yakni  tanggal 24 April) yang tidak diketahui oleh para penduduk. Di sekitar  kubur itu ditempatkan polisi sebanyak 6 orang polisi pada siang hari dan  12 orang pada malam harinya agar tidak ada seorangpun yang membongkar  kembali kuburan itu dan mengambil tangan anak tersebut sebagai alat  bukti dari kejahatan pengurasan darah. Penjagaan ketat polisi saja  jelas-jelas sudah menunjukkan bahwa anak itu memang telah dikuras  darahnya.140
Pada hari itu juga, sang Gubernur  mengirim utusannya untuk mengundang keempat dokter yang ikut mengadakan  otopsi terhadap anak tersebut, lalu memberikan pengarahan kepada mereka.  Isi pengarahan itu adalah agar masing-masing mereka senantiasa tutup  mulut dan tidak membeberkan hasil otopsi tersebut kepada siapapun.  Gubernur itu pun memberikan ancaman yang serius kepada masing-masing  mereka bila mana mereka mungkir dalam hal ini. Dengan demikian,  selesailah sudah kasus pembantaian manusia itu sampai di sini, dan  kejahatan kaum Yahudi pun tertutupi karenanya.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar