Minggu, 18 Maret 2012

Kisah Pembunuhan Sadis

Pada hari Senin bulan April pukul 21.30 (setelah Isya), diculiklah Henry Abdunnur, seorang anak dari kelompok Kristen Katolik Armenia di Damaskud, yang baru berumur 6 tahun. Begitu mengetahui anaknya menghilang, keluarganya langsung mencarinya malam itu juga ke rumah-rumah tetangga dan karib kerabat, dan keseluruh penjuru kota, namun tidak membawa hasil. Keesokan harinya, ibu dari anak ini segera melapor kepada Gubernur Mushthafa ‘Ashim Pasya, dan dalam laporan tersebut ia menyampaikan kecurigaannya bahwa orang Yahudilah yang telah menculik anaknya. Akan tetapi, orang-orang Yahudi yang ada di situ menampi kecurigaan tersebut. Gubernur sendiri memerintahkan para polisi untuk melakukan pencarian terhadap anak tersebut.
Setelah berlalu pencarian selama 11 hari, aparat kepolisian belum juga menemukan titik terang dari keberadaan anak tersebut, padahal pencarian dan pemeriksaan telah dikerahkan secara maksimal. Tapi setelah itu, mereka menaruh kecurigaan terhadap sebuah sumur tak bertuan di dekat rumah tempat pembuatan gerobak yang terletak di samping perkampungan Yahudi, tepatnya di samping asrama tentara Syahiniya. Polisipun mulai memeriksa sumur tersebut. Rupanya sumur itu tertutup oleh sebuah papan besar yang dihimpit di atasnya oleh sebuah batu yang besar pula. Dari dalamnya tercium bau yang tidak enak sehingga salah seorang dari polisi itu berkata, “Aku yakin anak itu ada dalam sumur ini.” Maka batu dan papan besar itu pun disingkirkan, dan salah seorang dari polisi mulai turun ke dasar sumur. Baru sampai di bagian tengah sumur, polisi itu berteriak, “Memang ada bangkai di bawah, tapi aku tidak tahu persis apakah ia bangkai anak tersebut atau bangkai binatang.” Tapi setelah yakin bahwa benda busuk itu adalah jasad anak tersebut, maka jasad itupun diangkat ke atas dan diadakan otopsi terhadapnya.
Para ahli forensik pun didatangkan untuk meneliti apakah anak itu mati karena terjatuh ke dalam sumur itu atau mati karena dibunuh dan dibuang ke sana. Maka tim ahli pun membawa anak itu ke rumah sakit militer secara resmi bersegel untuk diotopsi. Proses otopsipun dilaksanakan pada jam 4 sore keesokan harinya oleh empat orang dokter ahli forensik; diantara mereka terdapat dokter Yahudi.
 Ketika otopsi sedang berlangsung, para dokter itu menemukan beberapa hal aneh berikut pada anak tersebut; sepatu kanannya terpasang di kaki kirinya dan sepatu kirinya terpasang di kaki kanannya, kerah bajunya tidak sampai ke leher, celananya terbalik, arah muka ke belakang,baju rompinya terbalik; tali celananya terbuat dari sumbu lampu padahal  sebelumnya berasal dari tali celana biasa, salah satu tali kaus kakinya diikat di bawahlutut, sedangkan yang satunya lagi menjulur ke bawah, dan lain-lain. Berbagai keanehan juga terdapat pada aksesoris yang dipakai anak itu,yaitu jauh berbeda dengan aksesoris yang dipakai oleh teman-teman ada pada sekolah biara, karena anak ini berasal dari sekolah tersebut.
Mereka juga mendapati bahwa di pelipis anak itu terdapat goresan sampai ke mata, di daging di bawah pelipis itu terdapat tulang yang dipenuhi dengan darah, giginya penuh dengan tanah dan lumpur, lidahnya terjulur, pada pangkal lengan dan paha terdapat bulatan merah muda sebagai bekas ikatan kain(untuk menjerat anak itu saat dikuras darahnya agar ia tidak dapat bergerak sama sekali), di pergelangan tangan kanan terdapat luka kecil melebar di dekat lobang yang menyambung ke pembuluh(dari lobang inilah darahnya dihisap).
Si dokter Yahudi mengatakan, “Anak ini mati karena terjatuh ke dalam sumur lalu ia digigit oleh tikus.” Tapi dokter lain menggubrisnya dengan serta merta, apalagi di dalam jasad anak itu tidak ditemukan lagi darah sedikitpun. Jadi, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa anak itu mati karena darahnya habis dikuras.
Ketika pihak berwenang mengetahui hasil otopsi ini,mereka membuka segel anak tersebut. Tapi ketika si ibu meminta agar anak itu diserahkan kepadanya, mereka menolaknya dan langsung saja”menguburkannya secara rahasia pada tengah malamnya (yakni tanggal 24 April) yang tidak diketahui oleh para penduduk. Di sekitar kubur itu ditempatkan polisi sebanyak 6 orang polisi pada siang hari dan 12 orang pada malam harinya agar tidak ada seorangpun yang membongkar kembali kuburan itu dan mengambil tangan anak tersebut sebagai alat bukti dari kejahatan pengurasan darah. Penjagaan ketat polisi saja jelas-jelas sudah menunjukkan bahwa anak itu memang telah dikuras darahnya.140
Pada hari itu juga, sang Gubernur mengirim utusannya untuk mengundang keempat dokter yang ikut mengadakan otopsi terhadap anak tersebut, lalu memberikan pengarahan kepada mereka. Isi pengarahan itu adalah agar masing-masing mereka senantiasa tutup mulut dan tidak membeberkan hasil otopsi tersebut kepada siapapun. Gubernur itu pun memberikan ancaman yang serius kepada masing-masing mereka bila mana mereka mungkir dalam hal ini. Dengan demikian, selesailah sudah kasus pembantaian manusia itu sampai di sini, dan kejahatan kaum Yahudi pun tertutupi karenanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar